Dalam ibadah shalat, langkah pertama adalah penentu segalanya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam artikel pengertian sholat sebelumnya bahwa, shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Jika awalnya rusak, maka seluruh rangkaian shalat dianggap tidak pernah ada.
Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu takbiratul ihram, membedah bacaan takbiratul ihram latin dan Arabnya, serta—yang paling penting—merinci syarat-syarat sah yang sering luput dari perhatian kita berdasarkan referensi kitab Kashifah as-Saja.
Apa Itu Takbiratul Ihram? (Pengertian dan Makna)
Secara bahasa, takbiratul ihram adalah gabungan dari kata takbir (pengagungan) dan ihram (pengharaman). Takbiratul ihram artinya ucapan kebesaran Allah yang menjadi tanda dimulainya “zona terlarang” dalam shalat.
Mengapa disebut demikian? Dalam kitab Kashifah as-Saja dijelaskan bahwa istilah ini adalah bentuk penyandaran sebab pada akibat. Takbiratul ihram dan artinya berfungsi mengubah status seseorang: yang tadinya halal makan, minum, dan berbicara, seketika menjadi haram melakukan hal-hal tersebut begitu lafaz ini terucap1.
Baca juga: Pengertian Thaharah: Makna, Hukum, dan Pentingnya dalam Islam
Jadi, apakah yang dimaksud takbiratul ihram dalam kacamata fiqh? Ia adalah rukun qauli (ucapan). Maka, mengucap takbir ketika takbiratul ihram adalah termasuk rukun yang wajib dilafalkan lisan, bukan sekadar niat dalam hati. Jika ada keraguan apakah takbiratul ihram wajib, jawabannya adalah mutlak wajib sebagai pembuka shalat.
Bacaan Takbiratul Ihram: Arab, Latin, dan Tajwidnya
Lafaz yang disyariatkan sangat spesifik. Takbiratul ihram bacaannya tidak boleh diganti dengan kalimat lain meskipun maknanya sama-sama mengagungkan.
Lafaz Standar
Berikut adalah bacaan takbiratul ihram arab:
اللهُ أَكْبَرُ
Adapun bacaan takbiratul ihram latin adalah: Allahu Akbar
Arti bacaan takbiratul ihram ini adalah “Allah Maha Besar”. Bunyi takbiratul ihram harus terdengar jelas, dan tegas.
Variasi yang Diperbolehkan
Berdasarkan kitab Kashifah as-Saja, boleh menambahkan sifat Allah di tengah kalimat selama tidak terlalu panjang. Contoh takbiratul ihram yang benar dengan variasi adalah “Allahu Al-Akbar” atau “Allahu ‘Azza wa Jalla Akbar”. Namun, lafaz standar “Allahu Akbar” tetap yang paling utama.
17 Syarat Sah Takbiratul Ihram (Sesuai Kitab Kashifah as-Saja)
Bagian ini adalah inti dari takbirotul ihrom. Banyak orang bertanya cara takbiratul ihram yang benar hanya fokus pada gerakan, padahal syarat sahnya ada pada ucapannya. Dalam referensi disebutkan ada 16 (bahkan 17) syarat agar takbir sah. Jika satu saja luput, shalat tidak jadi (tidak mun’aqid).
Kami mengelompokkannya agar lebih mudah dipahami:
A. Syarat Kondisi Fisik dan Waktu
- Dilakukan Saat Berdiri Tegak: Khusus shalat fardhu, takbir harus diucapkan saat tubuh sudah berdiri tegak sempurna (bagi yang mampu). Jangan takbir sambil bangkit dari duduk.
- Menghadap Kiblat: Dilakukan dalam kondisi dada menghadap kiblat.
- Masuk Waktu Shalat: Untuk shalat fardhu atau sunnah yang memiliki waktu (muaqqat), takbir harus dilakukan setelah waktu masuk.
- Mendengar Diri Sendiri: Ketika takbiratul ihram kita membaca lafaznya, telinga kita sendiri wajib mendengarnya (jika pendengaran normal dan tidak bising).
B. Syarat Ketentuan Kata dan Bahasa
- Berbahasa Arab: Wajib menggunakan Bahasa Arab bagi yang mampu. Takbiratul ihram latin hanya untuk belajar.
- Menggunakan Lafaz “Allah”: Tidak sah jika diganti “Ar-Rahman Akbar”.
- Menggunakan Lafaz “Akbar”: Tidak sah jika diganti “Allahu Kabir”.
- Tertib (Berurutan): Harus “Allahu Akbar”. Tidak sah jika dibalik menjadi “Akbarullah”.
C. Pantangan dalam Pengucapan (Kesalahan Fatal)
Ini poin krusial. Apa yang dimaksud takbiratul ihram yang sah adalah yang bersih dari kesalahan perubahan bunyi berikut:
- Jangan Memanjangkan Hamzah “Allah”: Jangan baca “Aaaallahu…”. Ini mengubah makna menjadi pertanyaan (Apakah Allah Maha Besar?), sehingga shalat batal.
- Jangan Memanjangkan Ba pada “Akbar”: Jangan baca “Allahu Akbaaar”. Ini fatal, karena Akbaar (jamak dari Kabar) artinya gendang besar, atau Ikbaar yang bermakna darah haid.
- Jangan Men-tasydid Huruf Ba: Jangan membaca “Allahu Akbbar”.
- Jangan Menambah Wawu (Mati/Hidup) di Tengah: Tidak boleh “Allahu-w-Akbar”.
- Jangan Menambah Wawu di Awal: Tidak boleh “Wallahu Akbar”.
- Jangan Ada Jeda Lama: Antara kata Allah dan Akbar tidak boleh ada diam (waqaf) yang lama.
- Tidak Merusak Huruf: Tidak boleh mengubah huruf, misal hamzah diganti ‘ain.
D. Syarat Khusus Imam-Makmum & Niat
- Takbir Makmum Setelah Imam Selesai: Makmum tidak boleh memulai takbirnya sebelum imam selesai melafalkan “R” pada “Akbar”. Jika berbarengan sedikit saja, shalat makmum tidak sah.
- Tanpa “Sharif” (Pemaling Niat): Ini khusus bagi makmum masbuq (terlambat). Saat takbir, niatnya harus murni untuk ihram (mulai shalat). Jika niatnya campur dengan intiqal (gerakan turun rukuk) atau ragu-ragu, shalatnya tidak sah.
Bolehkah niat sebelum takbiratul ihram? Niat idealnya berbarengan (muqaranah) dengan takbir. Namun, niat yang hadir sesaat sebelum takbir masih dimaafkan untuk orang awam2.
Gerakan dan Tata Cara Takbiratul Ihram

Setelah ucapan benar, barulah kita bicara fisik. Gerakan takbiratul ihram yang paling masyhur adalah mengangkat tangan. Lantas, hukum mengangkat tangan ketika takbiratul ihram itu apa?
Hukumnya adalah Sunnah . Artinya, mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram termasuk anjuran yang menyempurnakan pahala, namun jika ditinggalkan shalat tetap sah.
Posisi Tangan Saat Takbiratul Ihram yang Sempurna
- Mulai Bersamaan: Angkat tangan tepat saat mulut mulai mengucap “A” (dari Allah).
- Posisi Puncak: Telapak tangan terbuka menghadap kiblat. Ujung jari sejajar telinga atas, ibu jari sejajar daun telinga, dan telapak sejajar bahu.
- Berhenti Bersamaan: Tangan selesai turun bersedekap tepat saat mulut selesai mengucap “Bar” (dari Akbar).
Syaikh Nawawi mengutip Imam Al-Bajuri mengingatkan: Kebiasaan mengangkat tangan dulu baru bertakbir (atau sebaliknya) adalah cara takbiratul ihram yang khilaful sunnah (menyalahi keutamaan), meskipun shalatnya tetap sah. Yang afdhal adalah bareng3.
Kesimpulan
Memahami takbiratul ihram arab, menghindari kesalahan panjang-pendek bacaan, dan menyelaraskan gerakan adalah kunci kualitas shalat. Dengan mempraktikkan takbiratul ihram yang benar sesuai kitab Kashifah as-Saja ini, insya Allah shalat kita lebih terjaga keabsahannya.
Referensi & Catatan Kaki
- (الثاني: تكبيرة الإحرام) هذا من إضافة السبب للمسبب لأنه يحرم بها ما كان حلالاً قبلها كأكل وكلام فيقول: الله أكبر ولا تضر زيادة لا تمنع اسم التكبير ولكنها خلاف الأولى ك الله الأكبر بزيادة اللام والله الجليل الأكبر، وكذا كل صفة من صفاته تعالى إذا لم يطل بها الفصل كقوله: الله عز وجل أكبر لبقاء النظم والمعنى بخلاف ما تخلل غير صفاته كالضمير فإنه يضر نحو الله هو أكبر، وكذا النداء نحو الله يا رحمن أو يا رحيم أكبر والله يا أكبر”
Muḥammad bin ‘Umar Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Kāsyifah as-Sajā fī Syarḥ Safīnat an-Najā (Beirut: t.p., t.t.), hlm. 140.
Keterangan: sumber diakses melalui al-Maktabah asy-Syāmilah adz-Dzahabiyyah. ↩︎ - شروط تكبيرة الإحرام ستة عشر… (أن تقع حالة القيام في الفرض)… (وأن تكون بالعربية)… (وأن تكون بلفظ الجلالة)… (وكونها بلفظ أكبر)… (الترتيب بين اللفظين)… (أن لا يمد همزة الجلالة)… (عدم مد باء أكبر)… (أن لا يشدد الباء)… (أن لا يزيد واواً ساكنة أو متحركة بين الكلمتين)… (أن لا يزيد واواً قبل الجلالة)… (أن لا يقف بين كلمتي التكبير)… (أن يسمع نفسه جميع حروفها)… (دخول الوقت)… (إيقاعها حال الاستقبال)… (أن لا يخل بحرف من حروفها)… (تأخير تكبيرة المأموم عن تكبيرة الإمام)”
Muḥammad bin ‘Umar Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Kāsyifah as-Sajā fī Syarḥ Safīnat an-Najā (Beirut: t.p., t.t.), hlm. 159.
↩︎ - فيبتدىء الرفع فيها مع ابتداء التكبير وينهيه مع انتهائه… وقال الباجوري: فابتداؤهما كذلك فما يقع الآن من الرفع قبل التكبير خلاف السنة وإن فعله كثير من أهل العلم… والسنة تحصل بأي رفع كان وأكمله أن يرفع كفيه مقابل منكبيه”
Muḥammad bin ‘Umar Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Kāsyifah as-Sajā fī Syarḥ Safīnat an-Najā (Beirut: t.p., t.t.), hlm. 166. ↩︎
