Kebersihan dan bersuci adalah sebagian dari iman. Dalam ajaran Islam, perhatian terhadap kebersihan tidak hanya terbatas pada penampilan lahiriah, tetapi juga mencakup kesucian diri dari najis, terutama setelah buang air besar atau kecil. Proses pembersihan ini dikenal dengan istilah istinja. Memahami hukum istinja, dalil istinja, dan berbagai metode pelaksanaannya merupakan hal mendasar bagi setiap muslim.
Apa itu Istinja dan Mengapa Itu Penting?
Istinja adalah tindakan membersihkan qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang) dari kotoran atau najis yang keluar setelah buang air kecil maupun buang air besar. Kewajiban ini adalah bagian tak terpisahkan dari taharah (bersuci) yang menjadi syarat sah beberapa ibadah, seperti shalat. Tanpa istinja yang benar, kesucian seseorang menjadi diragukan, dan ibadahnya bisa jadi tidak diterima.
Hukum Istinja dalam Syariat Islam
Para ulama sepakat bahwa hukum istinja adalah wajib. Kewajiban ini berlaku bagi setiap muslim yang selesai buang air kecil atau buang air besar. Ini bukan sekadar anjuran, melainkan perintah yang harus dipenuhi untuk memastikan kesucian diri dari najis.
Dalil-Dalil Istinja: Landasan dari Al-Qur’an dan Hadis
Kewajiban istinja bukan tanpa dasar. Ada banyak dalil naqli istinja yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ. Dalil tentang istinja ini menjelaskan pentingnya bersuci dan memberikan panduan praktisnya.
Ayat Al-Qur’an tentang Istinja
Salah satu dalil Al-Quran tentang istinja yang paling sering disebutkan adalah firman Allah SWT dalam Surah At-Taubah ayat 108:
“فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ”
Artinya: “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri; dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108)
Ayat ini turun berkenaan dengan penduduk Quba’ yang dikenal sangat menjaga kebersihan dan kesucian. Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan lebih lanjut bahwa orang-orang Quba’ itu sangat menyukai istinja dengan air. Ini menunjukkan bahwa ayat Al-Quran tentang istinja secara tidak langsung memuji praktik bersuci dengan air.
Hadis Nabi tentang Istinja
Banyak hadist tentang istinja yang memperkuat dalil istinja dari Al-Qur’an dan memberikan perincian mengenai tata cara pelaksanaannya. Istinja dalam hadis dijelaskan dengan berbagai kondisi dan pilihan cara.
Pelajari juga: Pengertian Istinja: Fondasi Kesucian Diri dalam Islam | Apakah Istinja Perlu Niat? Menjawab Keraguan Seputar Bersuci
Dalil tentang Istinja dengan Air:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (149) dan Muslim (271) dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“كان رسول الله صلى الله عليه وسلمِ يدخلِ الخلاءَ، فأحْمِلُ. أنا وغلامُ نحْوِي، إداوة من ماء وعنزةً، فَيسَتنْجي بالماء.”
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat buang hajat, lalu aku dan seorang anak laki-laki seusia denganku membawakan bejana kecil berisi air dan tombak pendek, kemudian beliau beristinja’ dengan air.”
Hadits ini jelas menunjukkan praktik Nabi ﷺ yang membersihkan diri dengan air setelah buang hajat. Ini menjadi dalil hadist istinja yang kuat mengenai keutamaan air.
Dalil tentang Istinja dengan Batu:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (155) dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“أتى النبي صلى الله عليه وسلم الغائطَ، فأمرني أن آتيهُ بثلاثة أحجار”
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat buang air besar, lalu beliau memerintahkan aku untuk membawakannya tiga buah batu.”
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ juga pernah beristinja’ dengan batu, yang mengindikasikan bahwa penggunaan batu (atau benda padat sejenisnya) adalah sah dan mencukupi.
Dalil tentang Jumlah Batu yang Cukup:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (40) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“إذَا ذَهَبَ أحدُكمْ إلى الغائطِ فلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلاثَةِ أحجارٍ، يَسْتطِيبُ بِهِن، فَإنّهَا تُجْزِىءُ عَنهُ”
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian pergi ke tempat buang air besar, maka hendaklah ia membawa tiga buah batu bersamanya untuk beristinja’ dengannya, karena sesungguhnya itu sudah mencukupi baginya.”
Hadits ini menegaskan bahwa tiga buah batu sudah cukup untuk membersihkan najis, asalkan tempat keluarnya kotoran menjadi bersih.
Tata Cara Istinja yang Benar
Berdasarkan dalil-dalil istinja yang ada, ada beberapa cara istinja yang bisa dilakukan, masing-masing memiliki keutamaan dan syaratnya.
1. Istinja dengan Air Saja
Ini adalah cara yang paling utama dan sempurna, karena air dapat menghilangkan najis dan membersihkan tempatnya secara menyeluruh. Mayoritas ulama berpendapat bahwa istinja dalam Al-Quran dan hadis menunjukkan keutamaan air. Caranya adalah dengan membasuh kemaluan depan dan belakang dengan air hingga bersih dan tidak tersisa bau, warna, atau rasa najis.
2. Istinja dengan Batu Saja (atau Benda Padat Sejenisnya)
Diperbolehkan juga beristinja’ hanya dengan menggunakan batu, atau benda padat lain yang suci, kering, dan dapat menghilangkan najis. Contohnya adalah tissue, daun kering yang suci, atau kerikil. Syaratnya adalah minimal menggunakan tiga buah batu atau usapan yang bersih, dan tempat keluarnya kotoran harus menjadi bersih. Jika tiga batu tidak cukup, harus ditambah hingga bersih, dan sunnah menjadikan jumlahnya ganjil jika memungkinkan (misalnya lima atau tujuh).
3. Menggabungkan Batu dan Air (Paling Utama)
Cara ini dianggap yang paling sempurna dan afdal. Dimulai dengan membersihkan najis menggunakan batu (atau tissue), kemudian dilanjutkan dengan membilasnya menggunakan air. Dengan cara ini, najis akan terangkat secara fisik oleh batu, lalu dibersihkan secara tuntas dengan air1.
Hikmah dan Manfaat Istinja
Selain sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah agama, istinja juga memiliki banyak hikmah dan manfaat, antara lain:
- Menjaga Kesehatan: Kebersihan organ intim sangat penting untuk mencegah infeksi saluran kemih, iritasi, dan berbagai penyakit lainnya. Istinja secara teratur dapat mengurangi risiko masalah kesehatan ini.
- Meningkatkan Kebersihan Diri: Istinja memastikan tubuh bebas dari najis, sehingga seseorang merasa lebih nyaman dan percaya diri.
- Syarat Sah Ibadah: Seperti yang disebutkan sebelumnya, istinja adalah syarat sah untuk beberapa ibadah seperti shalat dan tawaf. Tanpa istinja yang benar, ibadah tidak akan diterima.
- Mengikuti Sunnah Nabi: Melakukan istinja adalah bentuk meneladani kebersihan Nabi Muhammad ﷺ, yang merupakan teladan terbaik bagi umat Islam.
Kesimpulan
Hukum istinja adalah wajib dan merupakan bagian integral dari praktik kebersihan dalam Islam. Dalil istinja yang kuat dari Al-Qur’an dan berbagai hadist tentang istinja menegaskan pentingnya amalan ini. Baik dengan air, batu, maupun kombinasi keduanya, tujuan utama istinja adalah mencapai kesucian yang diperlukan untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan memahami dan mengamalkan istinja secara benar, setiap muslim dapat menjaga kesucian diri dan memastikan ibadahnya diterima.
- Muṣṭafā Dīb al-Bughā al-Maydānī ad-Dimashqī ash-Shāfiʿī, at-Tadh-hīb fī Adillah Matn al-Ghāyah wa-at-Taqrīb al-Mashhūr bi-Matn Abī Shujāʿ fī al-Fiqh ash-Shāfiʿī, 4th ed. (Damascus–Beirut: Dār Ibn Kathīr, 1989), 19–20. ↩︎