Bersuci (thaharah) adalah kunci sahnya banyak ibadah dalam Islam, seperti shalat dan thawaf. Air memegang peran sentral dalam proses bersuci, baik itu untuk menghilangkan hadats (wudhu dan mandi wajib) maupun membersihkan najis. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua jenis air bisa digunakan untuk bersuci? Penting sekali bagi setiap Muslim untuk memahami air yang bisa digunakan untuk bersuci agar ibadahnya diterima di sisi Allah SWT.
Artikel ini akan membahas tuntas mengenai jenis air untuk bersuci menurut ajaran fiqh Islam, hukum air untuk bersuci dari berbagai macamnya, serta syarat air untuk bersuci agar sah dan mensucikan. Kami juga akan menyertakan pandangan dari kitab fiqh klasik sebagai referensi.
Pentingnya Air dalam Bersuci (Taharah)
Air adalah karunia Allah SWT yang luar biasa. Selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari, air juga menjadi alat utama dalam bersuci. Mulai dari mengambil air untuk wudhu sebelum shalat, menggunakan air untuk mandi wajib setelah berhadats besar, hingga membersihkan pakaian atau tempat yang terkena najis, semuanya memerlukan air.
Bersuci dengan air yang sesuai syariat adalah keharusan. Menggunakan air yang tidak sah untuk bersuci akan membuat upaya bersuci kita sia-sia, dan ibadah yang mengikutinya pun menjadi tidak sah. Oleh karena itu, mengenali macam air untuk bersuci adalah pengetahuan dasar yang penting.
Mengenal Jenis Air untuk Bersuci Menurut Fiqh
Para ulama fiqh telah mengklasifikasikan air berdasarkan hukum dan penggunaannya dalam bersuci. Meskipun ada sedikit perbedaan dalam penamaan atau jumlah kategori, pembagian air untuk bersuci yang umum dikenal dengan 7 macam air untuk bersuci (khususnya dalam mazhab Syafi’i) sering mengerucut pada empat jenis utama dilihat dari kemampuannya untuk mensucikan.
Mari kita selami lebih dalam klasifikasi air dalam Islam ini untuk mengetahui air yang sah untuk bersuci dan yang tidak.
Penjelasan Setiap Jenis Air dan Hukumnya
Kitab-kitab fiqh banyak membahas soal ini. Sebagai rujukan, mari kita lihat ibarat dari kitab Fiqh Manhaji ala Mazhabi al-Imam asy-Syafi’i yang merinci jenis air yang layak untuk bersuci.
Ibarat dari Kitab Fiqh Manhaji:
ما يصلح منها للتطهير: وهذه المياه الأربعة ليست كلها صالحة للطهارة ـ أي لرفع الحدث وإزالة الخبث ـ كما علمت، بل إنما الذي يصلح منها هو النوع الأول والثاني، مع كراهة النوع الثاني في البدن. أما النوع الثالث: فلا يصلح التطهر به، وإن كان طاهراً في ذاته بحيث يصح استعماله في غير الطهارة كالشرب، والطبخ وغير ذلك أما النوع الرابع: فهو متنجس لا يصلح لشيء.
Berikut penjelasan dari ibarat tersebut dan rincian hukum setiap jenis air:
1. Air Mutlak (Air Suci dan Mensucikan)
Ini adalah jenis air untuk bersuci yang paling utama dan ideal. Air Mutlak adalah air yang masih murni, belum tercampur dengan benda lain yang mengubah sifatnya secara signifikan. Air ini suci zatnya dan mampu mensucikan benda lain, termasuk diri kita dari hadats dan najis.
Sumber air mutlak datang langsung dari alam, seperti:
- Air hujan untuk bersuci
- Air laut untuk bersuci
- Air sungai untuk bersuci
- Air sumur untuk bersuci
- Air mata air untuk bersuci
- Air embun untuk bersuci
- Air salju untuk bersuci (setelah mencair menjadi air)
Semua sumber air alami ini, selama masih dalam kemurniannya, adalah air suci mensucikan yang sah untuk wudhu, mandi wajib, dan membersihkan najis.
2. Air Musyammas (Air Suci Mensucikan tapi Makruh Digunakan dalam Badan)
Air musyammas adalah adalah air yang dipanaskan dibawah paparan sinar matahari langsung. Namun, kemakruhan air musyammas hanya berlaku jika air berada pada wadah logam yang bukan emas atau perak dan berada dalam iklim yang sangat panas.
Menurut pandangan Fiqh Manhaji yang dinukil di atas, air ini masuk dalam kategori yang layak untuk taharah (“يصلح منها هو النوع الأول والثاني”). Namun, ada catatan penting: “مع كراهة النوع الثاني في البدن” (disertai makruhnya jenis kedua pada badan).
Ini menunjukkan bahwa air musyammas, meskipun suci zatnya, penggunaannya untuk bersuci (terutama yang langsung mengenai badan seperti wudhu/mandi) dihukumi makruh, terlebih jika masih ada air mutlak.
Dalam pandangan umum mazhab Syafi’i, air musyammas makruh digunakan untuk menghilangkan hadats (wudhu/mandi wajib) atau najis yang menempel di badan, meskipun bisa jadi sah untuk membersihkan hadats dan najis tersebut, lain halnya jika digunakan untuk menyucikan pakaian atau perabotan.
Keterangan dalam Fiqh Manhaji di atas memberikan nuansa bahwa secara prinsip dianggap layak, tapi ada kemakruhan yang kuat saat dipakai di badan. Jadi, praktisnya, hindari menggunakan air musyammas untuk wudhu atau mandi wajib jika ada air mutlak.
3. Air Mutaghayyir (Air Suci yang Berubah Sifatnya Karena Bercampur Benda Suci)
Jenis air ini adalah air yang suci dzatnya, tetapi sifat (warna, rasa, atau bau)-nya telah berubah secara signifikan karena bercampur dengan benda lain yang suci.
Contoh air suci tidak mensucikan ini antara lain:
- Air yang tercampur teh, kopi, atau sirup.
- Air yang tercampur sabun atau sampo hingga warnanya berubah drastis atau berbusa banyak.
- Air kaldu atau kuah sayur.
Air jenis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci (wudhu, mandi wajib, atau membersihkan najis). Namun, karena dzatnya suci, air ini boleh digunakan untuk keperluan lain yang tidak berkaitan dengan taharah syar’i, seperti diminum, memasak, mencuci pakaian dari kotoran biasa, atau menyiram tanaman.
4. Air Mutanajis (Air Tercampur Najis)
Ini adalah air yang paling bermasalah dalam hal bersuci. Air mutanajis adalah air yang telah bercampur dengan najis.
Hukumnya tergantung pada jumlah air:
- Jika air jumlahnya sedikit (kurang dari dua qullah), maka air tersebut menjadi najis seluruhnya meskipun sifatnya (warna, rasa, atau bau) tidak berubah akibat campurannya dengan najis. Ini sering disebut air terkena najis.
- Jika air jumlahnya banyak (dua qullah atau lebih), air tersebut menjadi najis hanya jika sifatnya (warna, rasa, atau bau) berubah karena tercampur najis. Jika sifatnya tidak berubah, air dalam jumlah banyak yang kemasukan najis tetap dihukumi suci dan mensucikan (kecuali jika najisnya ain atau wujudnya jelas dan terasa).
Air tercampur najis atau air mutanajis ini tidak layak untuk sesuatu apapun. Artinya, tidak bisa digunakan untuk bersuci sama sekali, bahkan tidak boleh diminum atau digunakan untuk memasak.
Syarat Air Dikatakan Suci dan Mensucikan
Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa syarat air untuk bersuci (yakni Air Mutlak) agar ia benar-benar sah dan mampu mensucikan:
- Air harus murni dari sumber aslinya: Berasal dari langit atau bumi secara alami.
- Belum pernah digunakan untuk menghilangkan hadats: Jika jumlahnya sedikit.
- Belum tercampur dengan benda suci lain hingga berubah sifatnya secara signifikan: Jika perubahannya hanya sedikit atau disebabkan oleh benda yang sulit dihindari oleh aliran air (seperti lumut), hukumnya masih bisa dianggap suci mensucikan.
- Tidak tercampur dengan najis: Baik dalam jumlah sedikit (langsung najis) maupun jumlah banyak tapi berubah sifatnya.
Air yang tidak memenuhi syarat air untuk bersuci ini, seperti air yang tidak sah untuk bersuci dari jenis Mutaghayyir atau Mutanajis, tidak bisa dipakai untuk sahnya ibadah taharah.
Kesimpulan
Memahami jenis-jenis air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah ilmu dasar yang wajib diketahui oleh setiap Muslim. Air Mutlak adalah pilihan terbaik dan sah untuk seluruh proses taharah, baik wudhu, mandi wajib, maupun membersihkan najis. Sementara itu, air musta’mal, air suci tidak mensucikan (mutaghayyir), dan air mutanajis memiliki hukum berbeda dan umumnya tidak bisa digunakan untuk menghilangkan hadats, bahkan air tercampur najis sama sekali tidak boleh digunakan.
Dengan mengetahui klasifikasi air dalam Islam dan hukum air untuk bersuci ini, kita bisa memastikan bahwa upaya bersuci kita benar sesuai tuntunan syariat, sehingga ibadah kita pun menjadi sah dan diterima di sisi Allah SWT.
Referensi:
Khin, Muṣṭafā al-, Muṣṭafā Dīb al-Bughā, dan ʿAlī ash-Sharbajī. Al-Fiqh al-Manhaji. Vol. 1. Hlm. 35. Damascus: Darul Qalam, 1992.