Air Musta’mal: Pengertian, Hukum, dan Contoh dalam Fiqih Islam
Air Musta’mal. Made by AI

Air Musta’mal: Pengertian, Hukum, dan Contoh dalam Fiqih Islam

Dalam Islam, bersuci atau thaharah adalah bagian penting dari ibadah, seperti salat dan membaca Al-Qur’an. Salah satu aspek yang perlu dipahami adalah jenis-jenis air yang digunakan untuk bersuci, termasuk air musta’mal.

Memahami pengertian air musta’mal dan hukumnya sangat penting untuk memastikan ibadah kita sah dan sesuai syariat. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang air musta’mal dalam bersuci, mulai dari definisi, contoh, hingga pandangan mazhab fiqih.

Pengertian Air Musta’mal

Secara bahasa, air musta’mal berarti air yang telah digunakan. Dalam istilah fiqih, pengertian air musta’mal adalah air yang telah dipakai untuk keperluan bersuci wajib, seperti wudhu atau mandi wajib, baik air tersebut berubah sifatnya atau tidak.

Menurut mazhab Syafi’i, air ini disebut sebagai air suci tidak mensucikan, artinya air tetap suci (thahir) tetapi tidak lagi memiliki sifat menyucikan (thahur).

Contoh Air Musta’mal dalam Kehidupan Sehari-hari

Berikut adalah beberapa contoh air musta’mal yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari:

  • Air bekas wudhu: Air yang mengalir dari anggota tubuh saat berwudhu, seperti air yang menetes dari tangan atau wajah.
  • Air bekas mandi wajib: Air yang digunakan untuk mandi setelah hadas besar, misalnya setelah junub.
  • Air sisa bersuci: Air yang tertampung di wadah setelah digunakan untuk wudhu atau mandi wajib, misalnya air di bak mandi.
  • Air bekas menghilangkan najis: Air yang dipakai untuk membersihkan najis termasuk air musta’mal jika sifat-sifatnya tidak berubah setelah digunakan. Air ini hukumnya suci, boleh diminum atau untuk keperluan lain, tapi tidak bisa dipakai lagi untuk bersuci atau menghilangkan najis lainnya.

Contoh penggunaan air musta’mal sehari-hari bisa dilihat saat seseorang berwudhu di ember kecil, lalu airnya tertampung kembali. Air tersebut menjadi air musta’mal dan memiliki hukum khusus dalam fiqih.

Syarat-Syarat Air Musta’mal

Agar air dikategorikan sebagai air musta’mal, ada beberapa syarat air musta’mal yang harus dipenuhi:

  • Jumlah air sedikit: Air musta’mal biasanya adalah air dalam jumlah kurang dari dua qullah (sekitar 216 liter menurut mazhab Syafi’i). Jika air lebih dari dua qullah, hukumnya bisa berbeda.
  • Digunakan untuk bersuci wajib: Air tersebut harus digunakan untuk menghilangkan hadas, seperti wudhu atau mandi wajib, bukan untuk keperluan lain seperti mencuci pakaian kotor yang tidak terkena najis.
  • Status setelah digunakan: Air yang telah digunakan untuk bersuci kehilangan sifat thahur (menyucikan), meskipun tetap suci.

Dalil dan Penjelasan Ulama tentang Air Musta’mal

Dalil air musta’mal yang utama berasal dari hadis-hadis sahih. Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji (Juz 1, hlm. 32-33), disebutkan:

الأول: هو الماء القليل المستعمل في فرض الطهارة كالغسيل والوضوء. ودليل كونه طاهراً ما رواه البخاري (١٩١) ومسلم (١٦١٦) عن جابر بن عبدالله رضي الله عنهما قال: جاء رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يعودني وأنا مريض لا أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ مِنْ وَضوئِهِ عَلي.

[لا أعقل: أي في حالة غيبوبة من شدة المرض. من وضوئه: الماء الذي توضأ به] ولو كان غير طاهر لم يصبه عليه.

ودليل كونه غير مطهر ما رواه مسلم (٢٨٣) وغيره: عن أبي هريرة – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: “لاَ يَغْتَسِلْ أَحدُكُمْ في المَاءِ الدَّائِمِ ـ أي الراكد ـ وَهُوَ جُنُب” فقالوا: يا أبا هريرة، كيف نفعل؟ قال: يتناوله تناولاً1.

Air musta’mal menurut ulama mazhab Syafi’i dianggap suci tetapi tidak lagi menyucikan karena telah digunakan untuk menghilangkan hadas. Hadis dari Jabir menunjukkan bahwa air bekas wudhu Rasulullah tetap suci, karena seandainya tidak suci tentu Nabi tidak akan menuangkannya pada Jabir. Sementara hadis dari Abu Hurairah menegaskan bahwa air sedikit yang digunakan untuk mandi kehilangan sifat thahur.

Hukum Menggunakan Air Musta’mal untuk Bersuci

Penggunaan air musta’mal untuk wudhu atau mandi wajib menurut mazhab Syafi’i tidak diperbolehkan karena air ini telah kehilangan sifat thahur. Namun, air musta’mal boleh digunakan untuk keperluan lain, seperti:

  • Memasak dan Minum
  • Mencuci pakaian atau peralatan rumah tangga.
  • Menyiram tanaman.
  • Keperluan lain yang tidak terkait dengan air untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis.

Hukum bersuci dengan air musta’mal berbeda dengan air mutlak, yang masih memiliki sifat thahur dan sah untuk wudhu atau mandi wajib. Penting untuk memahami perbedaan air musta’mal dan air mutaghayyir, karena air mutaghayyir (air yang berubah sifatnya) bisa menjadi najis jika perubahannya akibat terkena najis.

Baca juga: Macam-Macam Air yang Bisa Digunakan untuk Bersuci

Kesimpulan

Air musta’mal dalam thaharah adalah air yang telah digunakan untuk bersuci wajib, seperti menghilangkan najis2, wudhu atau mandi wajib. Menurut mazhab Syafi’i, air ini tetap suci tetapi tidak lagi menyucikan, sehingga tidak sah untuk wudhu atau mandi wajib. Status air musta’mal didukung oleh dalil-dalil sahih, seperti hadis Jabir dan Abu Hurairah. Umat Islam dianjurkan untuk menggunakan air mutlak untuk bersuci dan memahami hukum ini agar ibadahnya sah. Pastikan selalu menggunakan air yang sesuai syariat untuk menjaga kesucian ibadah.

FAQ tentang Air Musta’mal

1. Apakah air musta’mal boleh digunakan untuk keperluan lain?

Ya, air musta’mal tetap suci dan boleh digunakan untuk keperluan seperti memasak, menyiram tanaman, atau kebutuhan rumah tangga lainnya, selama tidak digunakan untuk bersuci.

2. Bagaimana jika air musta’mal bercampur dengan air mutlak?

Jika air musta’mal bercampur dengan air mutlak dalam jumlah lebih dari dua qullah dan tidak mengubah sifat air mutlak, maka campuran tersebut tetap dianggap thahur menurut mazhab Syafi’i.

3. Bagaimana cara membedakan air musta’mal dengan air mutlak?

Air mutlak vs air musta’mal: Air mutlak adalah air murni yang belum digunakan untuk bersuci, seperti air sumur atau air hujan. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk thaharah, baik menghilangkan najis, wudhu atau mandi wajib, misalnya air yang tertampung setelah wudhu.

4. Apakah air musta’mal sama dengan air najis?

Tidak, air musta’mal dan najis berbeda. Air musta’mal tetap suci tetapi tidak menyucikan, sedangkan air najis tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun karena telah terkontaminasi.
  1. Khin, Muṣṭafā al-, Muṣṭafā Dīb al-Bughā, dan ʿAlī ash-Sharbajī. Al-Fiqh al-Manhaji. Vol. 1. Damascus: Darul Qalam, 1992, 32-33.
    ↩︎
  2. Air yang dipakai untuk menghilangkan najis dihukumi suci, asalkan benda yang dikenai najis sudah bersih dan sifat-sifat air tersebut tidak berubah (warna, bau, rasa). ↩︎