Air memegang peranan krusial dalam kehidupan seorang Muslim, tidak hanya sebagai sumber kehidupan tetapi juga sebagai elemen sentral dalam ritual penyucian diri atau thaharah. Memahami macam-macam air dalam Islam dan penggunaannya merupakan fondasi penting, karena kesucian adalah syarat sah salat dan berbagai ibadah lainnya.
Baca juga: Pengertian Thaharah: Makna, Hukum, dan Pentingnya dalam Islam
Air dan hukum bersuci adalah topik fundamental dalam fikih Islam, yang menjelaskan secara rinci jenis air dalam Islam mana yang boleh dan tidak boleh digunakan. Artikel ini akan mengupas tuntas pembagian jenis-jenis air berdasarkan status kesuciannya dan peruntukannya sebagai air bersuci menurut mazhab Syafi’i, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh Manhaji, serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber Air yang Dapat Digunakan untuk Bersuci
Sebelum membahas pembagiannya, penting untuk mengetahui sumber-sumber air yang pada dasarnya dianggap suci dan menyucikan. Air yang dapat digunakan untuk bersuci ini secara umum berasal dari dua sumber utama: langit dan bumi.
Air Langit
Ini adalah air yang turun dari langit, meliputi:
- Air Hujan: Dianggap sebagai sumber air yang paling murni.
- Air Salju: Air dalam bentuk padat yang jika mencair menjadi air suci menyucikan.
- Air Es atau Air Embun Beku: Sama seperti salju, jika mencair, hukumnya suci menyucikan.
Dalilnya jelas dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah SWT: “{وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُوراً}” (Dan Kami turunkan dari langit air thahur / air yang amat bersih [suci dan menyucikan]) (QS. Al-Furqan: 48).
Air Bumi
Ini adalah air yang keluar atau bersumber dari bumi, meliputi:
- Air Laut: Meskipun asin, air laut adalah air suci dan menyucikan, bahkan bangkai hewannya (yang tidak hidup di dua alam) halal dimakan. Hal ini berdasarkan hadits terkenal ketika Nabi SAW ditanya tentang berwudhu dengan air laut: “هُوَ الطَّهُورُ ماُؤهُ الحِلُّ مَيتَتُهُ” (Airnya suci menyucikan, bangkainya halal).
- Air Sungai: Air yang mengalir secara alami.
- Air Sumur: Air tanah yang dikumpulkan dalam sumur.
- Air Mata Air (Air Sumber): Air yang memancar secara alami dari dalam tanah.
Semua jenis air dalam Islam dari sumber-sumber ini pada dasarnya adalah air mutlak, yakni air murni yang belum berubah sifat aslinya.
Pembagian Jenis Air dalam Islam Menurut Hukumnya
Berdasarkan status kesucian dan kemampuan menyucikannya, hukum air dalam Islam, khususnya menurut Mazhab Syafi’i sebagaimana dijelaskan Fiqh Manhaji, membagi air menjadi empat kategori utama. Memahami perbedaan air suci dan air biasa (yang mungkin suci tapi tak menyucikan) sangat penting di sini.
1. Air Suci dan Menyucikan (Thahir Muthahhir / Air Mutlak)
Ini adalah kategori air tertinggi, disebut juga Air Thahur.
- Definisi: Air Mutlak adalah air yang masih murni, sesuai sifat asli penciptaannya (tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa) dan belum tercampur apa pun yang mengubah sifat dominannya atau namanya.
- Status: Suci secara zat dan dapat digunakan untuk menyucikan benda lain dari hadas (kecil/besar) dan najis.
- Contoh Perubahan yang Tidak Mempengaruhi Status: Status air mutlak tidak hilang meskipun terjadi perubahan yang sulit dihindari, seperti:
- Berubah karena lama tergenang (berlumut, sedikit berubah warna/bau karena diam).
- Tercampur tanah atau pasir.
- Berubah karena tempatnya (misal mengalir di daerah belerang).
- Penggunaan: Inilah air untuk wudhu, air untuk mandi wajib, dan untuk menghilangkan najis. Dalilnya adalah perintah Nabi SAW untuk menyiram kencing Arab Badui di masjid dengan seember air, menunjukkan sifat menyucikannya.
2. Air Suci, Menyucikan, tapi Makruh (Thahir Muthahhir Makruh / Air Musyammas)
Kategori ini unik karena meskipun hukum penggunaan air musyammas untuk wudhu sah digunakan, ada anjuran untuk menghindarinya dalam kondisi tertentu.
- Definisi: Air Musyammas adalah air yang menjadi panas karena terpapar sinar matahari langsung.
- Syarat Makruh: Kemakruhannya berlaku jika memenuhi tiga syarat:
- Berada di wilayah beriklim sangat panas.
- Disimpan dalam wadah yang terbuat dari logam yang bisa bereaksi/berkarat (selain emas dan perak), seperti besi atau tembaga.
- Digunakan pada badan manusia atau hewan yang rentan penyakit kulit tertentu (seperti kusta).
- Alasan: Ada kekhawatiran dari sisi medis (sebagaimana dinukil dari Imam Syafi’i dan sayidina Umar RA) bahwa panas matahari dapat menyebabkan reaksi antara air dan wadah logam, menghasilkan zat yang berpotensi menyebabkan penyakit kulit jika mengenai badan yang panas.
- Penggunaan: Meskipun air yang makruh digunakan untuk bersuci ini tetap sah dipakai untuk wudhu atau mandi wajib, sebaiknya dihindari jika syarat-syarat di atas terpenuhi.
3. Air Suci tapi Tidak Menyucikan (Thahir Ghairu Muthahhir)

Air dalam kategori ini zatnya suci (tidak najis), namun tidak bisa digunakan untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis. Inilah salah satu perbedaan air suci dan air biasa yang sering dimaksud. Kategori ini mencakup dua jenis:
a. Air Musta’mal:
- Definisi: Air Musta’mal adalah air sedikit (kurang dari dua qullah) yang sudah digunakan untuk bersuci yang hukumnya wajib, seperti air bekas wudhu atau mandi wajib.
- Status: Air ini tetap suci (tidak najis). Dalilnya adalah perbuatan Nabi SAW yang menyiramkan air bekas wudhunya kepada Jabir RA yang sakit. Namun, ia kehilangan kemampuan menyucikannya (tidak bisa dipakai wudhu/mandi lagi). Dalilnya adalah larangan Nabi SAW untuk mandi junub di air diam (sedikit), menunjukkan bahwa aktivitas itu menghilangkan sifat menyucikan air tersebut.
b. Air Mutaghayyar:
- Definisi: Air Mutaghayyar adalah air mutlak yang kemasukan benda suci lain (seperti teh, kopi, susu, sirup) yang mengubah salah satu sifat dominan air (warna, bau, atau rasa) sehingga namanya berubah (misalnya menjadi “air teh”). Benda suci ini biasanya bukan bagian asli dari tempat air itu (bukan seperti lumut atau tanah).
- Status: Air ini suci zatnya (boleh diminum, digunakan memasak), tetapi menjadi air yang tidak menyucikan karena tidak lagi disebut air mutlak. Syariat mensyaratkan bersuci dengan “air” dalam arti mutlaknya. Air yang berubah sifat secara signifikan karena campuran benda suci masuk kategori ini.
4. Air Bernajis (Mutanajjis)
Ini adalah air yang tercampur atau terkena najis. Hukumnya terbagi berdasarkan volume air:
a. Air Sedikit (Kurang dari Dua Qullah):
- Definisi: Volumenya kurang dari dua qullah (sekitar 193 kg atau setara volume kubus 1,25 hasta per sisi, sering dibulatkan menjadi 200-270 liter).
- Hukum: Menjadi air najis seketika kejatuhan najis, walaupun sifat air (warna, bau, rasa) tidak berubah. Dalilnya adalah mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) dari hadits dua qullah, “Jika air mencapai dua qullah, ia tidak membawa najis,” yang berarti jika kurang, ia membawa (terkena) najis. Juga dikuatkan hadits larangan mencelupkan tangan saat bangun tidur sebelum dicuci karena khawatir ada najis tak terlihat yang bisa menajiskan air di wadah (jika sedikit).
- Penggunaan: Tidak boleh digunakan untuk bersuci maupun konsumsi.
b. Air Banyak (Dua Qullah atau Lebih):
- Definisi: Volumenya mencapai dua qullah atau lebih.
- Hukum: Air ini tidak menjadi najis hanya karena kejatuhan najis. Ia baru dianggap air mutanajjis jika salah satu dari tiga sifatnya (warna, bau, atau rasa) berubah akibat najis tersebut. Jika tidak berubah, ia tetap air suci dan menyucikan. Dalilnya adalah Ijma’ (konsensus ulama) yang dinukil oleh Imam An-Nawawi.
- Penggunaan: Jika tetap suci menyucikan (tidak berubah sifat), boleh dipakai bersuci. Jika berubah sifat karena najis, hukumnya menjadi najis.
Penting untuk membedakan antara air najis dan air suci ini agar thaharah kita sah.
Penggunaan Air dalam Kehidupan Sehari-hari Menurut Islam
Pengetahuan tentang macam-macam air ini memiliki implikasi praktis dalam kehidupan Muslim:
Penggunaan Air untuk Bersuci (Wudhu, Mandi, Istinja)
Ini adalah penggunaan utama yang terkait langsung dengan ibadah. Hanya air suci dan menyucikan (Air Mutlak/Thahir Muthahhir) yang sah digunakan untuk wudhu, mandi wajib, dan menghilangkan najis dari badan, pakaian, atau tempat shalat. Penggunaan air dalam ibadah salat sangat fundamental, karena tanpa bersuci yang sah dengan 7 macam air untuk bersuci yang memenuhi syarat, salat tidak akan diterima.
Penggunaan Air untuk Kebutuhan Lain (Mencuci, Minum, dll.)
- Untuk minum dan memasak, syarat utamanya adalah air tersebut suci (tidak najis). Air Mutlak, Air Musyammas, Air Musta’mal, dan Air Mutaghayyar (selama pencampurnya suci) boleh dikonsumsi. Air Mutanajjis haram dikonsumsi.
- Untuk mencuci benda-benda dari kotoran biasa (bukan najis), air suci (Thahir) sudah cukup. Misalnya, air yang mubah untuk mencuci pakaian yang hanya kotor karena debu atau keringat bisa menggunakan air musta’mal atau mutaghayyar. Namun, jika pakaian terkena najis, maka wajib dicuci dengan air suci dan menyucikan (Air Mutlak) hingga najisnya hilang.
Kesimpulan: Memahami Hukum Air dalam Islam untuk Kesempurnaan Ibadah
Memahami macam-macam air dalam Islam dan penggunaannya adalah bagian tak terpisahkan dari air dalam fikih Islam. Klasifikasi 7 macam air untuk bersuci menjadi empat kategori (Thahir Muthahhir, Thahir Muthahhir Makruh, Thahir Ghairu Muthahhir, dan Mutanajjis) memberikan panduan jelas mengenai air dan hukum bersuci.
Pengetahuan ini memastikan bahwa ritual thaharah kita, baik wudhu maupun mandi wajib, dilakukan dengan benar menggunakan air yang dapat digunakan untuk bersuci, sehingga menjadi pondasi yang kokoh bagi sahnya ibadah kita, terutama salat. Dengan merujuk pada sumber otentik seperti Fiqh Manhaji, kita dapat menjalankan ajaran Islam dengan lebih baik dan penuh keyakinan.
Referensi:
- Khin, Muṣṭafā al-, Muṣṭafā Dīb al-Bughā, dan ʿAlī ash-Sharbajī. Al-Fiqh al-Manhaji. Vol. 1. Hlm. 29-35. Damascus: Darul Qalam, 1992.