Syarat Wajib Haji dan Umrah
Ilustrasi Syarat Wajib Haji dan Umrah. Image generated by AI

Syarat Wajib Haji dan Umrah: Memenuhi Panggilan Ilahi

Ibadah haji, pilar kelima dalam Islam, adalah impian setiap Muslim. Namun, tidak semua Muslim memiliki kewajiban langsung untuk menunaikannya. Ada beberapa syarat wajib haji yang harus terpenuhi sebelum seseorang dianggap wajib berangkat.

Memahami syarat wajib haji dan umrah ini penting agar kita bisa mempersiapkan diri dengan baik, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap syarat wajib haji berdasarkan syariat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh Manhaji.

Enam Pilar Syarat Wajib Haji

Dalam Fiqh Manhaji juz 2 halaman 122-123, dijelaskan dengan gamblang syarat wajib haji ada enam poin penting. Keenam syarat ini memastikan bahwa seseorang tidak hanya mampu, tetapi juga memiliki kewajiban syar’i untuk menjalankan ibadah suci ini. Mari kita bedah satu per satu.

1. Islam: Fondasi Utama Kewajiban Beribadah

Syarat wajib haji ialah Islam. Ini adalah syarat paling mendasar dan mutlak. Tanpa keimanan pada Allah SWT, ibadah haji tidak akan sah dan tidak akan diterima. Mengapa demikian? Karena haji dan umrah adalah bentuk ibadah yang sangat spesifik dalam syariat Islam, yang mensyaratkan keyakinan dan ketaatan kepada ajaran-Nya.

Teks Asli Fiqh Manhaji:

١ـ الإسلام: فلا يجب على غير المسلم وجوب مطالبة في الدنيا، لأن الحج والعمرة من العبادات التي لا يطالب بها غير المسلمين، ولا تصح من غيرهم، لأن شرط صحة العبادة الإسلام.

Penjelasan: Seseorang yang bukan Muslim tidak memiliki kewajiban untuk menunaikan haji atau umrah di dunia ini. Bahkan, ibadah tersebut tidak akan dianggap sah jika dilakukan oleh non-Muslim. Syarat sahnya ibadah adalah Islam. Ini berarti bahwa sebelum memikirkan persiapan lainnya, keislaman adalah kunci utama untuk memulai perjalanan ibadah haji.

2. Berakal: Kemampuan Memahami Perintah dan Larangan

Syarat wajib haji ialah Islam, dewasa, sehat akal, merdeka, dan… salah satu poin penting adalah sehat akal. Orang yang tidak berakal atau gila tidak wajib menunaikan haji dan umrah.

Teks Asli Fiqh Manhaji:

٢ـ العقل: فالمجنون لا يجب عليه الحج ولا العمرة لعدم التمييز عنده بين المأمور والمحظور، ولأن الله تعالى إذا أخذ ما وهب فقد أسقط ما أوجب، ولا يتم التكليف شرعاً إلا بالعقل.

Penjelasan: Mengapa akal menjadi syarat wajib haji? Karena orang yang tidak berakal tidak bisa membedakan antara perintah dan larangan agama. Allah SWT tidak membebani kewajiban kepada hamba-Nya yang telah dicabut karunia akalnya. Kewajiban syariat (taklif) hanya sempurna dengan adanya akal. Ini menunjukkan bahwa ibadah haji adalah sebuah tindakan sadar yang membutuhkan pemahaman dan kesadaran penuh.

3. Baligh (Dewasa): Tahap Kematangan Hukum

Syarat wajib haji selain Islam dan berakal yaitu, baligh atau dewasa. Anak-anak yang belum mencapai usia baligh tidak diwajibkan menunaikan haji atau umrah.

Teks Asli Fiqh Manhaji:

٣ـ البلوغ: فلا يجب الحج والعمرة على غير البالغ لأنه غير مكلف، إذ التكليف شرعاً إنما يكون بالبلوغ، ولقوله – صلى الله عليه وسلم -: ” رفع القلم عن ثلاث: عن الصبي حتى يبلغ، وعن النائم حتى يستيقظ، وعن المجنون حتى يبرأ “. رواه ابن حبان والحاكم وصححاه

Penjelasan: Seseorang dianggap mukallaf (dibebani kewajiban syariat) setelah mencapai usia baligh. Nabi Muhammad SAW bersabda, ” Pena diangkat dari tiga golongan: dari anak kecil hingga baligh, dari orang tidur hingga bangun, dan dari orang gila hingga sembuh. ” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

Meskipun anak-anak yang belum baligh boleh dan bahkan dianggap sah ibadah hajinya. Namun, ibadah tersebut belum mencukupi untuk menggugurkan kewajiban mereka, dan kewajiban haji mereka baru akan timbul setelah mencapai usia baligh. Jadi, baligh adalah salah satu poin krusial.

4. Merdeka (Bukan Budak): Kebebasan untuk Bertindak

Berikut yang termasuk syarat wajib haji adalah merdeka. Seseorang yang berstatus budak tidak wajib menunaikan haji atau umrah.

Teks Asli Fiqh Manhaji:

٤ـ الحرية: فلا يجب الحج والعمرة على العبد لأنه لا يملك مالاً، بل هو وماله ملك سيده.

Penjelasan: Alasannya sederhana: budak tidak memiliki harta sendiri. Harta dan bahkan dirinya adalah milik tuannya. Sementara itu, haji membutuhkan kemampuan finansial dan kebebasan untuk bepergian. Oleh karena itu, syarat wajib haji sesuai dengan syariat Islam mensyaratkan kemerdekaan agar seseorang memiliki kebebasan dan kepemilikan atas hartanya untuk menunaikan ibadah ini.

5. Aman Perjalanan: Menjaga Diri dari Bahaya

Syarat wajib haji yang lain adalah istitha’ah, artinya salah satunya adalah keamanan dalam perjalanan. Jika seseorang khawatir akan keselamatan dirinya atau hartanya dari musuh, atau jika jalan menuju Mekah berbahaya karena adanya perang atau kondisi tidak aman lainnya, maka ia tidak wajib menunaikan haji atau umrah.

Baca juga: Pengertian Haji: Makna, Hukum, dan Peran Pentingnya sebagai Rukun Islam Kelima

Teks Asli Fiqh Manhaji:

٥ـ أمن الطريق: فلو خاف على نفسه أو ماله عدواً، أو كان الطريق خطراً لوجود حرب مثلاً، لا يجب عليه الحج ولا العمرة لحصول الضرر، والله تعالى يقول ف سورة البقرة: / ١٩٥: {وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ}.

Penjelasan: Islam sangat menjunjung tinggi keselamatan jiwa dan harta. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 195, ” Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri. Oleh karena itu, syarat wajib haji dan umroh ini menekankan pentingnya pertimbangan risiko. Memaksakan diri untuk berhaji dalam kondisi bahaya tidak dianjurkan, bahkan dilarang. Ini adalah salah satu aspek penting dalam memahami syarat wajib haji sesuai syariat Islam.

6. Istitha’ah (Mampu): Kesiapan Fisik dan Finansial

Selain kondisi perjalanan yang aman, syarat wajib haji dan umroh yaitu kemampuan, yang seringkali menjadi fokus utama. Istitha’ah mencakup kemampuan fisik dan finansial.

Teks Asli Fiqh Manhaji:

٦ـ الاستطاعة: لقوله تعالى في سورة آل عمران / ٩٨: (وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً). ولحديث ابن عمر – رضي الله عنه – قال: جاء رجل إلى النبي – صلى الله عليه وسلم – فقال: يا رسول الله ما يوجب الحج، قال: “الزاد والراحلة ” رواه الترمذي، وقال حديث حسن. والزاد والراحلة في الحديث يفسران الاستطاعة الواردة في القرآن1

Penjelasan: Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 98, ” Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. ” Mampu di sini, menurut hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, adalah memiliki “bekal dan kendaraan.”

Bekal (Az-Zad) berarti memiliki cukup uang untuk:

  • Biaya perjalanan pergi dan pulang.
  • Nafkah yang cukup untuk keluarga yang ditinggalkan selama masa haji.

Kendaraan (Ar-Rahilah) merujuk pada:

  • Transportasi yang aman dan nyaman menuju Mekah dan kembali ke rumah.
  • Termasuk juga kesehatan fisik yang memadai untuk melakukan perjalanan dan seluruh rangkaian ibadah haji.

Jadi, syarat wajib haji dengan benar adalah memastikan bahwa Anda memiliki kemampuan finansial yang cukup tanpa menyulitkan diri sendiri atau keluarga yang ditinggalkan, serta memiliki kesehatan fisik yang prima untuk menunaikan setiap rukun dan wajib haji. Jadi, jawaban dari sebuah pertanyaan “syarat wajib haji yang lain adalah istitha’ah artinya” adalah kemampuan finansial, fisik serta kemampuan dalam menempuh perjalanan dengan aman.

Mempersiapkan Diri Menuju Baitullah

Memahami syarat wajib haji ada enam poin ini adalah langkah awal yang krusial bagi setiap Muslim yang berniat menunaikan ibadah haji. Syarat wajib haji ialah Islam, dewasa, sehat akal, merdeka, aman perjalanan, dan istitha’ah. Tidak ada syarat wajib haji kecuali dari enam poin ini. Dengan memenuhi semua syarat wajib haji yang sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, seseorang bisa yakin bahwa ia telah memenuhi kewajiban syar’i-nya.

Persiapan yang matang, baik secara spiritual maupun materi, akan membantu Anda menjalani ibadah haji dengan khusyuk dan lancar. Mulailah dari sekarang untuk memastikan Anda memenuhi setiap syarat wajib haji dengan benar agar panggilan Ilahi ini bisa Anda penuhi.

Apakah Anda sudah memeriksa setiap syarat wajib haji ini dalam diri Anda?

  1. Khin, Muṣṭafā al-, Muṣṭafā Dīb al-Bughā, dan ʿAlī ash-Sharbajī. Al-Fiqh al-Manhaji. Vol. 2. Damascus: Darul Qalam, 1992, 122-123.
    ↩︎