5 Perkara yang Membatalkan Wudhu
Ilustrasi 5 Perkara yang Membatalkan Wudhu. Made by AI

5 Perkara yang Membatalkan Wudhu: Panduan Lengkap Menurut Madzhab Syafi’i

Wudhu adalah cara menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah seperti shalat dan tawaf dalam Islam. Menjaga wudhu agar tetap sah sangat penting supaya ibadah diterima oleh Allah SWT. Namun, ada beberapa hal yang menyebabkan wudhu batal, dikenal sebagai perkara yang membatalkan wudhu.

Artikel ini bertujuan memberikan penjelasan lengkap tentang apa saja yang membatalkan wudhu berdasarkan Al-Fiqh al-Manhaji, sehingga umat Islam dapat memahami dan menjaga kesucian wudhu dengan baik.

Pengertian Wudhu dan Fungsinya

Wudhu adalah tindakan menyucikan diri dengan membasuh anggota tubuh tertentu, seperti wajah, tangan, kepala, dan kaki, sesuai tata cara syariat. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak shalat, basuhlah wajahmu dan tanganmu beserta siku, usaplah kepalamu, dan basuh kakimu beserta mata kaki” (QS. Al-Ma’idah: 6).

Baca juga: Pengertian Wudhu Menurut Istilah dan Bahasa

Wudhu berfungsi menghilangkan hadats kecil, yaitu keadaan tidak suci yang mengharuskan seseorang berwudhu sebelum shalat, tawaf, atau menyentuh mushaf Al-Qur’an. Berbeda dengan hadats besar (seperti junub atau haid) yang memerlukan mandi wajib, hadats kecil disucikan dengan wudhu. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak diterima shalat tanpa wudhu” (HR. Muslim), menunjukkan betapa pentingnya wudhu dalam ibadah.

Perkara yang Membatalkan Wudhu

Berdasarkan Al-Fiqh al-Manhaji juz 62-63, berikut adalah lima perkara yang membatalkan wudhu:

1. Keluar Sesuatu dari Qubul dan Dubur

Keluar sesuatu dari qubul dan dubur membatalkan wudhu, seperti kencing, buang air besar, kentut, darah, atau benda lain, baik najis maupun suci keluarnya cacing atau biji-bijian melalui dua jalan tersebut1.

Allah berfirman: “Atau salah seorang dari kalian datang dari tempat buang air” (QS. An-Nisa: 43). Hadis riwayat Bukhari (no. 135) dan Muslim (no. 225) dari Abu Hurairah menyebutkan sabda Rasulullah SAW: “Allah tidak menerima shalat seseorang yang berhadats hingga ia berwudu.” Ketika ditanya tentang hadats, Abu Hurairah menjawab, “Kentut atau suara kentut.”

Teks asli dari Al-Fiqh al-Manhaji:

كل ما خرج من أحد السبيلين من بول أو غائط أو دم أو ريح: قال تعالى: (لو جاء أحد منكم الغائط) [النساء: ٤٢]. أي مكان قضاء الحاجة، وقد قضى حاجته من تبرز أو تبول. والغائط هو المكان المنخفض، وفي مثله تقضى الحاجة من تبرز أو تبول. والغائط هو المكان المنخفض، وفي مثله نقضى الحاجة غالباً وعادة. وقيس على ما ذكر كل خارج من القبل أو الدبر، ولو كان طاهراً.”

Kencing membatalkan wudhu, buang air besar membatalkan wudhu, begitu juga kentut adalah pembatal wudhu yang jelas, sehingga seseorang wajib wudhu ulang.

2. Tidur yang Tidak Mantap

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang tidak dalam posisi duduk mantap (bokong menempel pada lantai). Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidur, hendaklah ia berwudu” (HR. Abu Dawud: 203). Namun, tidur dalam posisi duduk mantap tidak membatalkan wudhu, karena seseorang masih dapat merasakan jika ada sesuatu yang keluar.

Hadis riwayat Muslim (no. 376) dari Anas menyebutkan bahwa para sahabat tertidur di masjid sambil menunggu shalat, lalu shalat tanpa berwudhu kembali.

Teks asli dari Al-Fiqh al-Manhaji:

“النوم غير المتمكن: والتمكن أن يكون جالساً ومقعدته ملتصقة بالأرض، وغير التمكن أن يكون هناك نجاف بين مقعدته والأرض، قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ‘من نام فليتوضأ’ [رواه أبو داود: ٢٠٣ وغيره]. وأما من نام على هيئة المتمكن فلا ينقض وضوؤه، لأنه يشعر بما يخرج منه.”

Wudhu batal karena tidur nyenyak menunjukkan pentingnya kesadaran untuk menjaga kesucian.

3. Hilangnya Akal

Hilang kesadaran membatalkan wudhu, seperti karena mabuk, pingsan, sakit, atau gila. Kondisi ini dianggap membatalkan wudhu karena seseorang tidak sadar jika ada sesuatu yang keluar dari tubuhnya. Hal ini diqiyaskan pada tidur, tetapi lebih kuat karena hilangnya kesadaran lebih total.

Teks asli dari Al-Fiqh al-Manhaji:

“زوال العقل بسكر أو إعماء أو مرض، أو جنون: لأن الإنسان إذا انتابه شيء من ذلك كان هذا مظنة أن يخرج منه شيء من غير ان يشعر، وقياساً على النوم، لأنه أبلغ منه في معناه.”

Wudhu batal karena hilang akal menegaskan bahwa kesucian wudhu bergantung pada kesadaran penuh.

4. Menyentuh Wanita Bukan Mahram Tanpa Penghalang

Menyentuh lawan jenis membatalkan wudhu jika terjadi sentuhan kulit langsung dengan wanita yang bukan mahram (wanita yang halal dinikahi, termasuk istri) tanpa penghalang. Allah berfirman: “Atau kamu menyentuh wanita” (QS. An-Nisa: 43). Sentuhan ini membatalkan wudhu bagi pria dan wanita, yang menyentuh maupun disentuh.

Teks asli dari Al-Fiqh al-Manhaji:

“لمس الرجل زوجته أو المرأة الأجنبية من غير حائل، فإنه ينتقض وضوؤه ووضوؤها. والأجنبية هي كل امرأة يحل له الزواج بها. قال تعالى في بيان موجبات الوضوء: (أو لامستم النساء) [النساء: ٤٢].”

Wudhu batal karena sentuhan ini berlaku menurut pembatal wudhu menurut mazhab Syafi’i, tetapi jika ada penghalang, wudhu tetap sah.

5. Menyentuh Kemaluan atau Dubur

Menyentuh kemaluan membatalkan wudhu jika dilakukan dengan telapak tangan atau jari-jemarinya (bukan punggung telapak tangan atau punggung jari) secara langsung tanpa penghalang, baik kemaluan sendiri maupun orang lain, termasuk lubang dubur.

Teks asli dari Al-Fiqh al-Manhaji:

“مس الفرج نفسه أو من غيره، قبلاً أو دبراً، بباطن الكف والأصابع من غير حائل.”2

Hukum wudhu batal dalam kasus ini menunjukkan pentingnya menjaga kesucian dari sentuhan pada area sensitif.

Kesimpulan

Lima perkara yang membatalkan wudhu menurut Al-Fiqh al-Manhaji adalah: keluar sesuatu dari qubul dan dubur (kencing, buang air besar, kentut dan benda-benda lain kecuali air mani), tidur yang tidak mantap, hilangnya akal (mabuk, pingsan, gila), menyentuh wanita bukan mahram tanpa penghalang, dan menyentuh kemaluan atau dubur.

Memahami penyebab batal wudhu dan dalil pembatal wudhu membantu umat Islam menjaga wudhu agar ibadah seperti shalat tetap sah. Jika wudhu batal, seseorang harus wajib wudhu ulang untuk menghilangkan hadats kecil. Dengan mengetahui tanda batal wudhu, ibadah dapat dilakukan dengan penuh keyakinan sesuai syariat.

  1. Benda padat atau binatang seperti cacing yang keluar dari penderita cacingan statusnya adalah mutanajjis (terkontaminasi najis) dan hukum benda padat yang terkena najis bisa disucikan. Ini arti dari penjelasan kitab-kitab fiqih bahwa perkara suci yang keluar dari qubul atau dubur merusak wudhu. ↩︎
  2. Mustafa al-Khin, Mustafa al-Bugha, dan Ali al-Syarbaji, al-Fiqh al-Manhaji ‘alā Madhhab al-Imām al-Shāfi‘ī, juz 1 (Damaskus: Dār al-Qalam, 1992), hlm. 62–63. ↩︎