Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan sangat penting. Ia bukan sekadar sedekah biasa, melainkan kewajiban syariat yang memiliki makna mendalam, baik secara bahasa maupun istilah. Memahami apa arti zakat secara komprehensif akan membuka pandangan kita tentang hikmah besar di balik pensyariatannya.
Banyak orang mungkin hanya mengenal zakat sebagai kewajiban mengeluarkan sebagian harta untuk diberikan kepada fakir miskin. Namun, makna zakat jauh lebih luas dari itu. Mari kita telusuri lebih dalam pengertian zakat sebagaimana dijelaskan dalam literatur fikih, salah satunya adalah kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Al-Syafi’i.
Apa Arti Zakat Menurut Bahasa?
Secara etimologi atau bahasa, kata “Zakat” berasal dari bahasa Arab. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji, disebutkan penggalan berikut:
الزكاة: مأخوذة من زكا الشيء يزكو، أي زاد ونما، يقال: زكا الزرع وزكت التجارة، إذا زاد ونما كل منهما. كما أنها تستعمل بمعنى الطهارة، ومنه قوله تعالى: “قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ” (الشمس: 9) أي من طهرها ـ يعني النفس ـ من الأخلاق الرديئة
Penggalan ini menjelaskan bahwa secara bahasa, kata “Zakat” diambil dari kata kerja “زكا يزكو” (zaka yazku) yang berarti tumbuh, bertambah, atau berkembang (zad wa nama). Contoh yang diberikan adalah pertumbuhan tanaman (zaka az-zar’u) dan perkembangan perdagangan (zakatit tijarah). Keduanya menunjukkan makna peningkatan dan pertumbuhan.
Selain itu, kata zakat juga mengandung makna kesucian atau membersihkan (ath-thaharah). Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam Surah Asy-Syams ayat 9: “قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا” (Sungguh beruntung orang yang menyucikannya). Dalam konteks ayat ini, makna ‘menyucikannya’ merujuk pada membersihkan jiwa atau diri dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.
Baca juga: Memahami Rukun Islam: Lima Pilar Utama Ajaran Islam
Jadi, apa arti zakat menurut bahasa memiliki dua makna utama yang saling berkaitan: pertumbuhan/perkembangan dan kesucian/pembersihan.
Pengertian Zakat dalam Syariat Islam
Setelah memahami makna bahasa, kita beralih ke pengertian zakat dalam konteks syariat Islam (ishthilah asy-syari’ah). Para ulama fikih mendefinisikan zakat berdasarkan ketetapan syariat. Penggalan dari Fiqh Manhaji melanjutkan penjelasannya:
ثم استعملت الكلمة ـ في اصطلاح الشريعة الإسلامية ـ لقدر مخصوص من بعض أنواع المال، يجب صرفه لأصناف معينة من الناس، عند توفر شروط معينة سنتحدث عنها
Dalam istilah syariat Islam, kata zakat digunakan untuk menyebut “sejumlah ukuran tertentu (qadar makhshush) dari sebagian jenis harta (ba’dhu anwa’ al-mal), yang wajib disalurkan (yajibu sharfuhu) kepada golongan tertentu dari manusia (li-ashnafin mu’ayyanah min an-nas), apabila telah terpenuhi syarat-syarat tertentu (‘inda tawaffuri shurutin mu’ayyanah) yang akan kami bahas nanti.”
Definisi ini memberikan batasan yang jelas mengenai apa arti zakat dalam praktik ibadah:
- Harta tertentu: Tidak semua jenis harta wajib dizakati. Ada jenis-jenis harta spesifik yang dikenai kewajiban zakat, seperti emas, perak, hasil pertanian, hasil perniagaan, binatang ternak, dan harta terpendam (rikaz).
- Ukuran tertentu: Jumlah yang wajib dikeluarkan bukanlah sembarang jumlah, melainkan kadar atau persentase tertentu yang telah ditetapkan syariat (nisab dan kadar zakat).
- Golongan tertentu: Penyaluran zakat tidak boleh sembarangan, melainkan hanya kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan dalam Al-Quran.
- Syarat tertentu: Kewajiban zakat baru muncul apabila syarat-syarat tertentu telah terpenuhi pada diri pemilik harta dan hartanya itu sendiri.
Dengan demikian, apa arti zakat dalam syariat adalah kewajiban mengeluarkan bagian tertentu dari harta yang spesifik, dalam kadar yang telah ditetapkan, untuk diberikan kepada golongan yang berhak, dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan.
Mengapa Dinamakan Zakat?
Penamaan ibadah ini dengan nama “Zakat” bukanlah tanpa alasan. Para ulama menjelaskan hikmah di balik penggunaan kata yang secara bahasa berarti tumbuh, berkembang, dan suci ini. Kitab Fiqh Manhaji juga memaparkannya:
وسمي هذا المال زكاة، لأن المال الأصلي ينمو ببركة إخراجها ودعاء الآخذ لها، ولأنها تكون بمثابة تطهير لسائر المال الباقي من الشبهة، وتخليص له من الحقوق المتعلقة به، وبشكل خاص حقوق ذوي الحاجة والفاقة
Dinamakannya harta ini sebagai zakat karena:
- Pertumbuhan dan Keberkahan: Harta pokok (al-mal al-ashli) akan tumbuh dan diberkahi (yanmu bi barakati ikhrajiha) dengan sebab dikeluarkannya zakat dan berkat doa dari orang yang menerimanya (wa du’a al-akhidzi laha). Meskipun secara fisik harta berkurang karena dikeluarkan sebagiannya, keberkahannya akan meningkat, mendatangkan ketenangan jiwa, dan bisa jadi Allah menggantinya dengan rezeki lain yang lebih baik.
- Penyucian Harta: Zakat berfungsi sebagai pembersih (tathhir) bagi sisa harta yang tidak dikeluarkan zakatnya dari hal-hal syubhat (meragukan kehalalannya) dan melepaskannya (takhlish lahu) dari hak-hak yang melekat padanya, terutama hak-hak orang yang membutuhkan dan fakir. Harta yang telah ditunaikan zakatnya menjadi suci dan bersih dari hak orang lain yang ditetapkan syariat.
- Penyucian Jiwa: Mengeluarkan zakat membersihkan jiwa muzakki (pemberi zakat) dari sifat kikir, tamak, dan mencintai harta berlebihan. Sebaliknya, ia menumbuhkan sifat dermawan, empati, dan rasa syukur atas nikmat Allah.
Jadi, penamaan zakat mencerminkan dampak positif ibadah ini, baik terhadap harta (tumbuh berkah dan suci) maupun terhadap jiwa (suci dari sifat buruk dan tumbuh sifat baik).
Golongan yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik)
Dalam Islam, penyaluran zakat tidaklah sembarangan. Allah SWT telah menetapkan secara spesifik siapa saja golongan yang berhak menerima zakat dalam firman-Nya di Surah At-Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Berdasarkan ayat mulia ini, para ulama sebutkan delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu:
- Fakir: Yaitu orang yang sama sekali tidak mempunyai harta atau penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Mereka hidup dalam kondisi serba kekurangan yang sangat parah.
- Miskin: Yaitu orang yang mempunyai harta atau penghasilan, tetapi tidak mencukupi separuh dari kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Kondisi mereka sedikit lebih baik dari fakir, namun tetap berada di bawah garis kecukupan.
- Amil: Yaitu orang yang ditugaskan secara resmi oleh pemerintah untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mengelola dana zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.
- Muallaf: Yaitu orang yang baru masuk Islam atau orang yang diharapkan masuk Islam, atau orang yang keislamannya masih lemah dan perlu dikuatkan. Pemberian zakat kepada mereka bertujuan untuk menstabilkan keimanan mereka atau menarik simpati pihak lain terhadap Islam.
- Riqab: Pada masa lalu, riqab merujuk pada budak yang ingin memerdekakan diri dengan cara membayar tebusan. Dana zakat bisa digunakan untuk membantu mereka membayar tebusan tersebut.
- Gharimin: Yaitu orang yang berutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak mampu melunasinya. Utang tersebut bisa untuk memenuhi kebutuhan pokok, pengobatan, atau karena sebab lain yang dibenarkan syariat, bukan karena maksiat atau gaya hidup mewah.
- Fi Sabilillah: Makna fi sabilillah (di jalan Allah) memiliki beragam penafsiran di kalangan ulama. Pendapat yang paling umum adalah untuk perjuangan di jalan Allah dalam arti jihad.
- Ibnu Sabil: Yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) untuk tujuan yang baik (bukan maksiat), kehabisan bekal di perjalanan, dan kesulitan untuk kembali ke kampung halamannya, meskipun di kampung halamannya ia termasuk orang yang berkecukupan.
Kedelapan golongan ini adalah penerima zakat yang sah menurut syariat Islam. Amil zakat wajib menyalurkan dana zakat kepada mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Syarat Wajib Zakat
Kewajiban menunaikan zakat tidak berlaku bagi setiap muslim. Ada syarat wajib zakat tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang dikenai kewajiban ini. Syarat-syarat utama tersebut meliputi:
- Beragama Islam: Zakat adalah ibadah yang hanya diwajibkan bagi orang muslim. Non-muslim tidak dikenai kewajiban zakat, meskipun mereka tetap diperintahkan untuk berbuat baik dan bersedekah.
- Merdeka: Dahulu, syarat ini membedakan antara orang merdeka dan budak. Budak tidak memiliki harta secara penuh sehingga tidak wajib zakat.
- Memiliki Harta Secara Penuh (Milk Tam): Harta yang wajib dizakati adalah harta yang dimiliki sepenuhnya (milk tam) oleh individu atau badan hukum.
- Mencapai Nishab: Nishab adalah batas minimal jumlah harta yang dimiliki oleh seseorang sehingga harta tersebut wajib dizakati. Jumlah nishab berbeda-beda tergantung jenis hartanya. Misalnya, nishab emas adalah 85 gram emas murni, nishab perak adalah 595 gram perak, dan nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq (sekitar 653 kg bahan makanan pokok). Jika harta yang dimiliki belum mencapai nishab, maka tidak wajib zakat.
- Mencapai Haul (Berlalu Satu Tahun Kepemilikan): Syarat ini berlaku untuk jenis harta tertentu seperti emas, perak, dan harta perniagaan. Harta tersebut harus dimiliki selama satu tahun hijriyah penuh (sekitar 354 hari) sejak mencapai nishab. Jika kepemilikan belum mencapai haul, maka belum wajib dizakati, kecuali pada jenis harta seperti hasil pertanian (wajib saat panen) dan rikaz (wajib saat ditemukan).
Memahami syarat wajib zakat ini penting agar seseorang mengetahui kapan ia benar-benar memiliki kewajiban untuk mengeluarkan zakat hartanya.
Sekilas Sejarah Pensyariatan Zakat
Penggalan Fiqh Manhaji di atas mengakhiri penjelasannya mengenai definisi zakat dengan menyebut sub-bab berikutnya, “3ـ تاريخ مشروعيتها:” (3. Sejarah pensyariatannya:). Hal ini menunjukkan bahwa pembahasan zakat dalam kitab tersebut akan berlanjut ke aspek historis, yaitu kapan dan bagaimana zakat mulai diwajibkan dalam syariat Islam. Pensyariatan zakat melalui beberapa tahapan dalam periode kenabian, hingga akhirnya menjadi salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi dan sosial Islam.
Kesimpulan
Memahami apa arti zakat secara mendalam mengajarkan kita bahwa ibadah ini bukan sekadar pungutan harta, melainkan sebuah mekanisme ilahi untuk membersihkan harta dan jiwa, serta menumbuhkan keberkahan rezeki dan kepedulian sosial.
Dengan menunaikan zakat sesuai dengan syarat wajib zakat dan menyalurkannya kepada golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang sebutkan delapan golongan yang berhak menerima zakat dalam Al-Quran, kita tidak hanya menjalankan kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Penamaan zakat itu sendiri sudah mengandung optimisme akan pertumbuhan dan kesucian, sejalan dengan tujuan luhur Islam dalam membentuk pribadi dan masyarakat yang bertakwa dan sejahtera.