Apa arti puasa
Apa arti puasa. Source: pexels.com

Apa Arti Puasa Sebenarnya? Penjelasan Lengkap dari Makna Bahasa Hingga Istilah

Puasa. Kata yang sering kita dengar, terutama saat bulan Ramadhan tiba. Bagi umat Islam, puasa adalah ibadah yang memiliki kedudukan sangat tinggi. Namun, tahukah Anda apa arti puasa secara mendalam? Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, puasa memiliki makna yang kaya, baik dari segi bahasa maupun syariat, serta menjadi pilar penting dalam agama Islam.

Artikel ini akan mengupas tuntas jelaskan pengertian puasa menurut istilah agama, menelusuri asal-usul maknanya dalam bahasa, memahami posisinya sebagai rukun Islam ke-4, mendalami hakikat puasa yang sebenarnya, serta memberikan gambaran umum tentang materi puasa Ramadhan dan macam-macam puasa lainnya. Dengan membaca artikel ini, Anda diharapkan mampu menjelaskan makna berpuasa serta macam-macam puasa dengan lebih baik.

Apa Arti Puasa? Memahami Makna dari Dua Sisi

Untuk memahami apa arti puasa, kita perlu melihatnya dari dua sudut pandang utama: makna secara bahasa (linguistik) dan makna secara syariat (istilah dalam ilmu fiqh). Dua makna ini saling melengkapi dan memberikan gambaran utuh tentang ibadah ini.

Mari kita merujuk pada salah satu kitab fiqh yang menjelaskan hal ini, yaitu Fiqh Manhaji. Penggalan ibarat dari kitab tersebut menyatakan:

الصيام لغة: الإمساك عن الشيء، كلاماً كان أو طعاماً. ودليل ذلك قوله تعالى، حكاية عن مريم عليها السلام: {إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْماً} مريم: 26: أي إمساكاً وسكوتاً عن الكلام

والصيام شرعاً: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية

Dari penggalan teks ini, kita bisa membedah maknanya sebagai berikut:

Makna Puasa Menurut Bahasa (Linguistik)

Berdasarkan teks di atas, puasa menurut bahasa artinya adalah الإمساك عن الشيء (al-imsak ‘an asy-syai’), yang berarti menahan diri dari sesuatu. Konsep menahan diri ini sangat luas dalam bahasa Arab.

Contohnya, teks Fiqh Manhaji menyebutkan dua hal: كلاماً كان أو طعاماً (kalaman kana aw ta’aman), artinya “baik berupa perkataan (bicara) maupun makanan”. Jadi, dalam konteks bahasa, seseorang yang menahan diri dari berbicara pun bisa disebut sedang berpuasa (puasa bicara), sebagaimana seseorang yang menahan diri dari makan juga bisa disebut berpuasa.

Sebagai bukti makna puasa sebagai menahan diri dari bicara, Fiqh Manhaji mengutip firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Maryam ayat 26. Ayat tersebut menceritakan tentang Maryam ‘alaihas salam yang berkata:

{إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْماً} (Maryam: 26)

Ayat ini sering diterjemahkan menjadi “Sesungguhnya aku bernazar puasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah”. Namun, para ulama menafsirkan kata صَوْماً di sini bukan dalam arti puasa makan minum seperti Ramadhan, melainkan إمساكاً وسكوتاً عن الكلام (imsakan wa sukutan ‘an al-kalam), yaitu menahan diri dan diam dari berbicara. Ini menunjukkan bahwa secara bahasa, makna puasa memang luas, yaitu menahan diri dari suatu tindakan.

Makna Puasa Menurut Syariat (Istilah Fiqh)

Setelah memahami makna bahasa yang luas, kini kita masuk pada makna yang lebih spesifik dalam konteks ibadah. Dalam jelaskan pengertian puasa menurut istilah syariat Islam, puasa (الصيام شرعاً) didefinisikan secara teknis.

Teks Fiqh Manhaji melanjutkan: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية. Ini adalah definisi puasa menurut syariat yang sering kita praktikkan. Mari kita uraikan:

  1. إمساك عن المفطرات (Imsakun ‘an al-Mufattirat): Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Ini adalah inti dari puasa syariat. Yang dimaksud ‘pembatal puasa’ sangat spesifik dalam fiqh, seperti memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh secara sengaja (makan, minum, obat), muntah dengan sengaja, berhubungan suami istri, dan lain sebagainya. Jadi, bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, tetapi dari pembatal-pembatal puasa yang telah ditetapkan dalam syariat.
  2. من طلوع الفجر إلى غروب الشمس (Min tului al-Fajr ila Ghurubi asy-Syams): Dilakukan dalam rentang waktu tertentu, yaitu sejak terbit fajar shadiq (masuk waktu Subuh) hingga terbenam matahari (masuk waktu Maghrib). Ada batasan waktu yang jelas untuk memulai dan mengakhiri puasa syariat.
  3. مع النية (Ma’an-Niyyah): Disertai dengan niat. Niat adalah elemen krusial yang membedakan ibadah puasa dari sekadar menahan lapar dan haus karena sebab lain (misalnya, sedang berdiet atau tidak ada makanan). Niat ini yang menjadikan tindakan menahan diri tersebut bernilai ibadah di sisi Allah.

Jadi, berdasarkan syariat, apa arti puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, dari fajar hingga magrib, dengan disertai niat karena Allah.

Puasa dalam Bingkai Rukun Islam

Dalam struktur ajaran Islam, ada lima pilar utama yang dikenal sebagai Rukun Islam. Kelima pilar ini adalah fondasi yang harus ditegakkan oleh setiap Muslim yang mukallaf (baligh, berakal, dan mampu). Puasa memiliki posisi yang sangat penting dalam kerangka ini.

Baca juga: Memahami Rukun Islam: Lima Pilar Utama Ajaran Islam

Puasa Ramadhan, yaitu puasa yang diwajibkan selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, merupakan rukun Islam ke-4. Ini menunjukkan betapa wajibnya ibadah puasa Ramadhan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i merupakan dosa besar. Kewajiban ini berdasarkan dalil-dalil kuat dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lebih Dalam: Hakikat Puasa dalam Islam

Memahami apa arti puasa secara bahasa dan syariat adalah langkah awal. Namun, ibadah puasa memiliki dimensi yang lebih dalam, inilah yang disebut hakikat puasa. Hakikat puasa adalah tujuan atau esensi spiritual dan moral yang ingin dicapai melalui pelaksanaan puasa fisik.

Allah sendiri menyebutkan tujuan utama puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kata kunci di sini adalah لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (la’allakum tattaqun), yang berarti “agar kamu bertakwa”. Takwa adalah puncak dari hakikat puasa. Takwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya karena takut kepada-Nya.

Bagaimana puasa bisa menumbuhkan takwa?

  • Melatih Pengendalian Diri: Puasa mengajarkan kita menahan hawa nafsu (lapar, haus, syahwat) serta menjauhi perbuatan maksiat (berkata dusta, menggunjing, dll). Ini adalah latihan fundamental untuk mengendalikan diri dan patuh pada aturan Allah.
  • Menumbuhkan Empati: Dengan merasakan lapar dan haus, kita diingatkan akan kondisi saudara-saudara kita yang kurang beruntung dan sering merasakan hal tersebut. Ini menumbuhkan rasa empati, kepedulian sosial, dan semangat untuk berbagi.
  • Pembersihan Spiritual: Puasa membantu membersihkan jiwa dari kotoran dosa dan penyakit hati. Fokus pada ibadah (shalat, membaca Quran, sedekah) selama puasa meningkatkan kedekatan dengan Allah.
  • Meningkatkan Rasa Syukur: Setelah seharian menahan diri, nikmatnya berbuka puasa menjadi pengingat akan banyaknya rezeki dan karunia Allah yang seringkali kita anggap biasa saja.

Jadi, hakikat puasa jauh melampaui sekadar menahan fisik; ia adalah madrasah spiritual dan moral untuk membentuk pribadi yang lebih bertakwa, berempati, bersyukur, dan mampu mengendalikan diri.

Ragam Jenis Puasa: Mampu Menjelaskan Makna Berpuasa Serta Macam-Macam Puasa

Pembahasan mengenai apa arti puasa tidak lengkap tanpa menyebutkan jenis-jenis puasa dalam Islam. Setelah mampu menjelaskan makna berpuasa serta macam-macam puasa ini, pemahaman kita akan ibadah ini menjadi lebih kaya.

Ada beberapa kategori puasa dalam Islam, berdasarkan hukumnya:

  1. Puasa Wajib (Fardhu):
  • Puasa Ramadhan: Ini adalah puasa yang wajib dilaksanakan setiap tahun selama satu bulan penuh, dan merupakan rukun Islam ke-4 yang telah kita bahas. Banyak materi puasa Ramadhan yang bisa dipelajari terkait tata cara, syarat, rukun, pembatal, hingga hikmahnya.
  • Puasa Qadha: Mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena uzur syar’i (sakit, safar, haid/nifas). Wajib diganti sejumlah hari yang ditinggalkan.
  • Puasa Kaffarah (Denda): Puasa yang wajib dilakukan sebagai denda atau tebusan atas pelanggaran syariat tertentu (misalnya, melanggar sumpah, membunuh tanpa sengaja, atau pelanggaran dalam ibadah haji/umrah).
  • Puasa Nazar: Puasa yang diwajibkan atas diri sendiri karena telah bernazar untuk berpuasa jika keinginannya tercapai.
  1. Puasa Sunnah:
  • Puasa Senin-Kamis: Puasa yang dianjurkan setiap hari Senin dan Kamis. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melakukannya.
  • Puasa Daud: Puasa paling utama di antara puasa sunnah, yaitu berpuasa selang seling: sehari puasa, sehari tidak.
  • Puasa Arafah: Puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (bagi yang tidak sedang berhaji). Keutamaannya menghapus dosa setahun sebelum dan setahun sesudahnya.
  • Puasa Asyura: Puasa pada tanggal 10 Muharram. Dianjurkan juga puasa Tasu’a (9 Muharram) untuk membedakan dengan kebiasaan kaum Yahudi.
  • Puasa Enam Hari Bulan Syawal: Puasa enam hari setelah Idul Fitri. Keutamaannya seperti berpuasa setahun penuh jika digabung dengan puasa Ramadhan.
  • Puasa Ayyamul Bidh: Puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriyah.
  • Puasa di Bulan-bulan Mulia: Seperti puasa di bulan Muharram, Sya’ban (dianjurkan memperbanyak), dan Dzulhijjah (terutama 1-9 Dzulhijjah).

Setiap jenis puasa ini memiliki makna dan tujuan tersendiri, meskipun inti menahan diri dari pembatal puasa tetap sama. Memahami macam-macam puasa ini memperluas pemahaman kita tentang fleksibilitas dan kekayaan ibadah puasa dalam Islam.

Kesimpulan

Menjawab pertanyaan apa arti puasa membawa kita pada pemahaman yang lebih luas. Secara bahasa, ia adalah menahan diri dari segala sesuatu. Namun, dalam syariat Islam, ia adalah ibadah spesifik: menahan diri dari pembatal puasa, dari fajar hingga magrib, dengan niat ikhlas karena Allah.

Sebagai rukun Islam ke-4, puasa Ramadhan adalah kewajiban yang mendidik. Hakikat puasa yang sebenarnya adalah pencapaian derajat takwa, melalui latihan pengendalian diri, penumbuhan empati, pembersihan spiritual, dan peningkatan rasa syukur.

Dengan mempelajari materi puasa Ramadhan dan berbagai macam-macam puasa sunnah maupun wajib lainnya, kita mampu menjelaskan makna berpuasa serta macam-macam puasa ini kepada orang lain dan, yang terpenting, mengamalkannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Semoga kita bisa meraih hikmah dan keberkahan dari ibadah puasa ini.